Turut Bahagia, Tapi Aku Sedih Kamu Pergi
Jam menunjukkan pukul 9 malam, bungkus ketoprak disebelahku terbuka lebar dengan isinya yang baru hanya berkurang dua sendok. Aku termenung dengan mata sembab dan hidung yang masih penuh cairan karena sehabis menangis, kenapa dia harus pergi disaat aku benar-benar sendirian? “Fin,” “Besok aku resign” 10 menit yang lalu, aku hanya berani mengintip chat tersebut dari pop up notification smartphoneku untuk beberapa saat, perasaan bercampur aduk langsung menyergap dadaku. “Wooww..” “Udah tanda tangan di UKP yaa?” Sejak beberapa minggu lalu dia memang sudah sering bercerita padaku tentang lamarannya ke salah satu Universitas Swasta di kotaku ini, dia berniat untuk segera mencari pekerjaan yang lebih baik. “Belum, tapi offeringnya udah kuterima lewat e-mail barusan...