Postingan

Turut Bahagia, Tapi Aku Sedih Kamu Pergi

                                                   Jam menunjukkan pukul 9 malam, bungkus ketoprak disebelahku terbuka lebar dengan isinya yang baru hanya berkurang dua sendok. Aku termenung dengan mata sembab dan hidung yang masih penuh cairan karena sehabis menangis, kenapa dia harus pergi disaat aku benar-benar sendirian? “Fin,” “Besok aku resign” 10 menit yang lalu, aku hanya berani mengintip chat tersebut dari pop up notification smartphoneku untuk beberapa saat, perasaan bercampur aduk langsung menyergap dadaku. “Wooww..” “Udah tanda tangan di UKP yaa?” Sejak beberapa minggu lalu dia memang sudah sering bercerita padaku tentang lamarannya ke salah satu Universitas Swasta di kotaku ini, dia berniat untuk segera mencari pekerjaan yang lebih baik. “Belum, tapi offeringnya udah kuterima lewat e-mail barusan...

Menanti Meranti ( Chapter 1.)

          (Kalau kamu tidak percaya pada cinta sejati, sama aku juga. Tapi kalau kamu mau lihat seperti apa jika benar ada, coba selami kisah cinta sehidup semati ini)                Sore kemarin Wira masih duduk ditempat biasa dia menanti Meranti, di teras rumahnya yang saat ini menghadap langsung ke jalan raya besar. Entah sudah berapa puluh tahun dia melakukan hal yang sama, hingga ajal menjemputnya lima jam yang lalu sore tadi. Isak tangis sanak keluarga serta para tetangga terdengar pilu memenuhi ruangan, si mbok terlihat sibuk mengatur persiapan pengurusan jenazah dengan salah satu layanan profesional yang sudah dipesan sejak lama oleh Wira sendiri. “Aku sekarang sebatang kara Syim, yang seperti ini harus aku persiapkan dari jauh-jauh hari, mana tega aku ngerepotin kamu terus?wong pinggangmu wae wes sering sambat to?hahaha” Canda Wira, sesaat setelah dia selesai melakukan proses administrasi pendaftaran salah satu la...