Turut Bahagia, Tapi Aku Sedih Kamu Pergi
Jam menunjukkan pukul 9 malam, bungkus
ketoprak disebelahku terbuka lebar dengan isinya yang baru hanya berkurang dua
sendok. Aku termenung dengan mata sembab dan hidung yang masih penuh cairan karena
sehabis menangis, kenapa dia harus pergi disaat aku benar-benar sendirian?
“Fin,”
“Besok aku
resign”
10 menit yang
lalu, aku hanya berani mengintip chat tersebut dari pop up notification smartphoneku
untuk beberapa saat, perasaan bercampur aduk langsung menyergap dadaku.
“Wooww..”
“Udah tanda
tangan di UKP yaa?”
Sejak beberapa
minggu lalu dia memang sudah sering bercerita padaku tentang lamarannya ke
salah satu Universitas Swasta di kotaku ini, dia berniat untuk segera mencari
pekerjaan yang lebih baik.
“Belum, tapi
offeringnya udah kuterima lewat e-mail barusan”
“Yahh walaupun kurang
sedikit dari ekspetasiku haha”
“Tapi okelah,
berarti memang berkatku saat ini ya segitu”
Dia salah satu
manusia dengan komposisi malaikat melebihi 80% yang pernah kutemui, jenis laki-laki
yang sering dicampakkan perempuan-perempuan abg pada masanya, dan seiring
berjalannya waktu sudah bisa dipastikan masuk tipikal calon menantu idaman para
calon mertua di masa depan, pria pekerja keras yang lembut dan penuh kasih sayang
pada keluarga dan orang-orang disekelilingnya, dan yang paling utama dia adalah
pria yang takut pada Tuhannya.
“Selamaattt”
Untuk beberapa
menit hanya sepatah kata itu yang dia terima sebagai balasan dariku, cukup
sulit memahami perasaanku saat ini, aku bahagia dia selangkah lebih dekat
dengan kesuksesan, tapi aku juga sedih, sangat sedih.
Aku mengalami
konflik batin yang cukup menyiksa, nafasku tak mampu membendung air mataku
lagi, aku sedih dia pergi, benar-benar sangat sedih.
“Gapapa dong Dan,
yang penting kan sekarang kamu naik level dulu”
“Terus mulai aktifnya
kapan niih?”
Aku menguatkan
diri untuk melanjutkan balasanku, jangan sampai keegoisanku karna tidak mampu
melihatnya pergi sampai melupakanku untuk berbahagia untuknya, cukup aku yang
sedih, dia harus semakin bahagia dengan mengtahui aku berbahagia akan
kebahagiannya kan?Hanya itu yang cukup dia tau.
“Iyaa bener”
“Bulan depan
harusnya sih, besok aku ajukan surat resignku ke kantor”
“Deg-degan aku
hahaa”
“Dan aku baru
inget managerku besok nggak ada di kantor, gimana niih”
Aku bisa
membayangkan ekspresi lucunya yang bahagia sekaligus kebingungan, bagaimana
bisa dia melupakan atasannya yang cuti saking senangnya mendapat kabar gembira
ini.
“Hahaha”
“Terus gimana
tuh kamu ajukan resignnya?”
“Eh tapi
bukannya Grastuti udah nggak memberlakukan One Month Notice ya?”
Grastuti adalah perusahaan
yang bergerak di bidang IT, dia menjabat sebagai Analyst General Development
sejak 2018 disana, yang mungkin akan segera berakhir terhitung surat resignnya diterima
dan diproses oleh managementnya besok.
“ Masih ada sih”
“Tapi
kemungkinan aku bakal ngabisin sisa cuti, sambil persiapan di kantor baru”
Cuti??Nggak
cukup dengan memutuskan meninggalkan aku, sekarang dia malah berencana buat
pergi lebih awal??
Namun alih-alih
memberikan balasan yang beresiko, aku mencoba memanggil akal sehatku lagi untuk
sedikit memperingati hatiku agar tidak memulai aksi dramanya.
“Ooiyaa bener tuh,
ambil cuti biar ada waktu istirahatnya juga buat kamu Dan”
“Semangaaatt
Danuuu”
“Semakin berjaya
di tempat baru yaa”
Aku mulai
mengatur nafasku senormal dan setenang mungkin, seakan-akan khawatir dia bisa
mendengar atau mengetahui apa yang sedang aku rasakan hanya lewat chat ini.
“Fin, kok aku
jadi sedih ya”
“Makasih yaa
Finnn haha”
Tidak bisa, sekuat-kuatnya
aku berusaha untuk tetap stabil, aku nggak bisa, air mataku mengalir deras
tanpa suara, rasanya nafasku tercekat di dada dan tenggorokanku serasa terbakar
menahan gelombang kesedihan ini.
“Hahahaha”
“Jangan gituu”
“Aku juga
sebenernya sedih Dan”
“Sekaligus
seneng bangeet”
Nggak, aku
bohong, aku nggak senang!Maaf, maksudku aku senang tapi aku sedih, paham
nggak??
“Finnn”
“Rumah kita kan
deket heeyy wkwk”
Kemudian..??Iya,
rumah kita memang dekat. Tapi apa yang menjamin kita bakal sering ketemu
lagi?Apa ada alasan kita nanti untuk sekedar saling lihat wajah satu sama lain?Kepentingan
seperti apa yang bisa bikin kita ngobrol bareng lagi?Coba tolong sebutin satu
kemungkinan yang ada, alasan buat kita tetep bisa ketemu.
“Sekarang pun
sebenernya kita udah nggak sekantor kan haha”
“Gampang kok
buat ketemu kamu lagi nanti”
Dia melanjutkan kalimatnya
itu, dan ya aku baru ingat memang saat ini pun kita sudah nggak satu kantor,
hanya saja kantor kita masih dibawah Induk Perusahaan yang sama, dan itu yang
membuat aku dan dia terkadang masih bertemu. Lantas apa yang begitu memberatkan
aku?
Aku takut, aku
benar-benar takut kehilangan dia, air mataku kembali meluncur deras setelah
tadi sempat kering sebentar, aku benar-benar sedih. Perasaan yang akan selalu
menjadi momok menakutkan manusia adalah perasaan takut akan dilupakan, terlebih
dilupakan oleh orang yang pernah menyayangi kita sepenuh hati, perasaan manusia
memiliki masa kadaluarsa, dan jarak semakin memperpendek masa kadaluarsa itu sendiri.
Aku sangat
menyanyangi dia, dan mungkin akan selalu ada ruang untuk dia sampai kapanpun,
dan jika ucapanku ini benar-benar menjadi kenyataan, mungkin dia adalah benar
cinta sejatiku yang entah kenapa tidak berakhir bersama, andai aku dan dia
terlahir dalam naungan Tuhan yang sama, mungkin aku tidak akan setakut ini
dilupakan oleh dia.
Komentar
Posting Komentar